Solus POPULI Suprema LEX

Kesejahteraan Rakyat adalah Aturan Tertinggi
Home » » Negara Hukum Dari Negara Penjaga Malam ke Negara Kesejahteraan

Negara Hukum Dari Negara Penjaga Malam ke Negara Kesejahteraan

Written By Bang UFIK on Rabu, 01 November 2023 | 11.40

Lahirnya asas negara hukum (rechtsstaat) untuk mencegah konflik antara rakyat dengan penguasa. Bagi rakyat masalah pokoknya adalah bagaimana mendapatkan dan mempertahankan hidup yang layak, antara lain mencakup bidang hak asasinya, kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, dan perumahan serta keamanan. Bagi penguasa negara (para pejabat dan petugas negara) masalah   pokoknya   adalah   bagaimana dapat   menunaikan dan menjalankan   tugas dan kewajibannya   dengan baik dan efektif (sesuai dengan apa yang menjadi ketentuan undang-undang atau yang diperintahkan oleh pimpinan atasan) dan aman (tidak ada gangguan untuk bekerja jujur, rajin, disiplin dan menurut hukum).

Secara historis pada awalnya tugas negara masih sangat sederhana, yakni sebagai penjaga malam (natchwachter staad) yang hanya menjaga ketertiban, keamanan, dan keteraturan serta    ketentraman masyarakat.   Oleh   karenanya negara hanya sekedar penjaga dan pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak terjadi benturan-benturan, baik menyangkut kepentingan hak dan kewajiban, kebebasan dan kemerdekaan, dan atau benturan-benturan dalam kehidupan masyarakat lainnya. Apabila hal itu sudah tercapai, tugas negara telah selesai dan sempurna. Pada suasana yang demikian itu HAN tidak berkembang dan bahkan statis.

Keadaan seperti ini tidak akan dijumpai saat ini, baik di Indonesia maupun di negara-negara belahan dunia lainnya. Dalam batas-batas tertentu (sekecil, sesederhana dan seotoriter apapun) tidak ada lagi negara yang tidak turut ambil bagian dalam kehidupan warga negaranya. Untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya hal tersebut, maka perlu dibentuk hukum yang mengatur pemberian jaminan dan perlindungan bagi warga negara (masyarakat) apabila sewaktu-waktu tindakan administrasi negara menimbulkan keraguan pada warga masyarakat dan bagi administrasi negara sendiri. Untuk mewujudkan cita-cita itu fungsi hukum secara klasik perlu ditambah dengan fungsi-fungsi lainnya untuk menciptakan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Oleh karena itu hukum harus tidak dipandang sebagai kaidah semata-mata, akan tetapi juga sebagai sarana pembangunan, yaitu  berfungsi sebagai  pengarah dan  jalan    tempat    berpijak  kegiatan    pembangunan untuk    mencapai    tujuan    kehidupan    bernegara.    Disamping itu sebagai sarana pembaharuan masyarakat hukum harus juga mampu memberi     motivasi     cara berpikir   masyarakat   kearah   yang   lebih   maju, tidak terpaku kepada pemikiran yang konservatif dengan tetap memperhatikan faktor- faktor sosiologis, antropologis, dan kebudayaan masyarakat.

Pada   abad   ke-19   dan   permulaan  abad   ke-20   gagasan mengenai perlunya pembatasan kekuasaan negara  mendapat perumusan  yang  yuridis.  Ahli hukum   Eropa Barat Kontinental, seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl mamakai istilah Rechtsstaat, sedangkan ahli Anglo Saxon, seperti A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Unsur-unsur Rechtsstaat, menurut konsep Eropa Kontinental adalah:

1.         Adanya perlindungan hak-hak manusia;

2.         Pemisahan  atau  pembagian kekuasaan untuk  menjamin  hak- hak manusia (trias poltica);

3.         Pemerintah   berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur);

4.         Adanya peradilan administrasi dalam perselisihan.

Dengan maksud atau tujuan yang sama di negara-negara Anglo Saxon lahir asas “the rule of law state”, negara berdasarkan kekuasaan hukum. Praktek penerapan ajaran “the rule of law state”, misalnya terdapat di Inggris, Malaysia, Singapura dan Australia. Unsur-unsur Rechtsstaat, menurut konsep Englo Saxon adalah:

1.    Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa   seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum;

2.     Kedudukan   yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat;

3.     Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.

Sesuai dengan perkembangan dalam kehidupan bernegara, maka perumusan yuridis mengenai negara hukum klasik dalam abad ke-19 juga ditinjau kembali dan dirumuskan sesuai dengan tuntutan abad ke-20, yang mengarah konsep negara welfare state (negara kesejahteraan). Konsep negara   ini muncul sebagai  reaksi  atas  kegagalan konsep  natchwachter staad (negara   penjaga   malam).  Dalam natchwachter staad ada prinsip pembatasan atas peran negara dan pemerintah dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.  Akibatnya negara   akhirnya akan menyengsarakan rakyatnya.

Sebagai   reaksi atas   keadaan tersebut, muncul   gagasan yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang memiliki tanggungjawab terhadap keadaan warga negaranya termasuk dalam   kesejahteraan, yang   kemudian   dikenal dengan konsep welfare state.  Ciri utama dari konsep negara ini adalah adanya kewajiban negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan konsekuensinya negara   secara aktif dalam  kehidupan  ekonomi sosial  masyarakat.   Artinya, negara   berhak   bahkan   wajib untuk ikut campur dalam kehidupan masyarakat sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum.

Dengan campur tangan negara terhadap kehidupan sosial masyarakat,   maka   jangkauan  kerja  pemerintah  semakin   luas, terlebih lagi tidak semua kehidupan masyarakat  diatur dalarn ketentuan  perundang-undangan. Itu artinya, bagi negara   yang dalam hal ini adalah administrasi negara, memiliki suatu konsekuensi yang khusus. Dilihat dari teori dan konsep negara tesebut, negara Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah suatu negara   hukum (rechtsstaat), dalam arti welfare state (negara kesejahteraan). Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan UUD 1945.

Di dalam Pembukaan UUD 1945 untuk mewujudkan negara kesejahteraan telah diamanatkan, bahwa:

1.      Negara    berkewajiban   memberikan     perlindungan   kepada segenap bangsa  (warga Negara) Indonesia dan seluruh wilayah territorial Indonesia;

2.       Negara berkewajiban memajukan kesejahteraan umum;

3.       Negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.

Menurut   Prof.  Dr.  Ismail Suny, SH, MCL, dalam   bukunya Mekanisme Demokrasi Pancasila mengatakan, bahwa negara hukum Indonesia memuat unsur-unsur:

1)        Menjunjung tinggi hukum;

2)        Adanya pembagian kekuasan; 

3)   Adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia serta remedi-remedi prosedural untuk mempertahankannya;

4)        Dimungkinnya adanya peradilan administrasi.

International Commission of Jurists yang merupakan suatu organisasi ahli hukum      internasional   dalam   konferensinya   di Bangkok tahun 1965 sangat memperluas  konsep  mengenai Rule of Law, dan menekankan apa yang dinamakannya “ the dynamic aspects  of  the Rule of  Law in the modern  age”.  Dianggap  bahwa di samping hak-hak politik  juga hak-hak sosial dan ekonomi harus diakui  dan  dipelihara.  Hal ini berarti  campur-tangan pemerintah dalam kerangka  welfare  state (negara  kesejahteraan) harus didasarkan  untuk kesejahteraan warga masyarakatnya.

Dalam konsep welfare state syarat untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah Rule of Law adalah:

1.      Perlindungan konstitusionil, dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin dari hak-hak individu, harus menentukan pula cara proseduril untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.

2.       Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (Independent and impartial tribunals);

3.       Pemilihan umum yang bebas;

4.       Kebebasan untuk menyatakan pendapat;

5.       Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi;

6.       Pendidikan kewarganegaraan (civil education).

Sifat negara dalam ajaran negara hukum mengandung tiga asas-asas pokok, yaitu:

1.         Asas monopoli paksa (zwangmonopol)

Asas ini mengandung arti, bahwa monopoli kekuasaan negara dan monopoli penggunaan paksaan untuk membuat orang mentaati apa yang menjadi keputusan penguasa negara hanya berada di tangan pejabat penguasa negara yang berwenang dan berwajib untuk itu. Jadi, siapapun yang lain dari yang berwenang/berwajib dilarang. Barangsiapa     melakukan     penggunaan    kekuasaan   negara dan menggunakan paksaan tanpa wewenang sebagaimana dimaksud di atas disebut “main hakim sendiri”.

2.           Asas   persetujuan rakyat   berarti   bahwa:   orang ( warga masyarakat   hanya   wajib  tunduk,  dan   dapat   dipaksa   untuk tunduk, kepada  peraturan yang dicipta secara sah dengan persetujuan langsung  ( undang-undang formal ) atau tidak langsung   (legislasi delegatif,   peraturan atas  kuasa  undang-undang) dari Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, bilamana ada peraturan ( misalnya : mengadakan pungutan pembayaran atau “sumbangan wajib”)  yang  tidak  diperintahkan atau  dikuasai oleh undang-undang, maka peraturan itu tidak sah dan hakim Pengadilan wajib membebaskan setiap orang yang dituntut oleh karena  tidak mau menaatinya, dan bilamana  pejabat  penguasa memaksakan  peraturan  tersebut,  maka   dia  dapat   dituntut sebagai  penyalahgunaan kekuasaan Negara,  minimal digugat sebagai perkara “perbuatan penguasa yang melawan  hukum”.

3.         Asas persekutuan hukum berarti, bahwa: rakyat dan penguasa negara   bersama-sama merupakan suatu persekutuan hukum (rechtsgemeenschap, legal partnership). Sehingga para pejabat pengusaha negara   didalam   menjalankan tugas   dan   fungsi beserta    menggunakan   kekuasaan negara    mereka    tunduk kepada   hukum (undang-undang) yang sama dengan rakyat (warga   masyarakat).  Berarti:  baik para pejabat   penguasa negara maupun para warga masyarakat berada di bawah dan tunduk   kepada   hukum (undang-undang) yang sama.   Inilah asas Equality before the law, yang berarti, bahwa para pejabat penguasanegara didalam dan pada waktu  menjalankan tugas kewajiban untuk negara pun tidak kebal hukum, tidak boleh melanggar hukum, tidak boleh melanggar tata kesopanan, oleh karena  melanggar tata  kesopanan pun  sudah  sama  dengan melanggar hukum,  dan tidak boleh melanggar kode etik.

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dan sharing pengetahuan yang relevan disini

Comment

Jual Buku Perundang Undangan

Jual Buku Perundang Undangan
Jual Buku Hukum Ilmu Perundang Undangan : 3 Undang Undang Dasar RI / KUH Perdata / KUHD / KUHP Dan KUHAP / UUD 1945 Best Seller

Artikel Terbaru

>

Popular Posts

Random Artikel

Statistik Kunjungan

Taufik Irawan

Taufik Irawan
Pemerhati Hukum di Palangka Raya
 
Support : Promo dan Konsultasi : taufik.irawan79@yahoo.co.id
Copyright © 2013. Bang UFIK Youtube Channel - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger