Perkembangan sebenarnya tidak terjadi dalam kotak yang terpisah-pisah. Namun, untuk menyederhanakan dan mempermudah pembahasan, perkembangan sering dibagi ke dalam beberapa aspek. Secara umum, para ahli perkembangan sering membagi aspek-aspek tersebut ke dalam tiga area besar, dengan istilah yang berbeda-beda. Di dalam Santrock (2009) disebutkan bahwa aspek tersebut meliputi aspek biologis, kognitif, dan sosioemosional.
Hakikat Manusia dan Sifat Keingintahuannya
Hakikat manusia adalah sebagai gagasan atau konsep yang mendasari manusia dan eksistensinya di dunia yang berhubungan dengan masa lalunya untuk menjangkau masa depan untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. Hakikat manusia berkaitan dengan unsur-unsur pokok yang membentuknya seperti dalam pandangan monoteisme, yang mencari unsur pokok yang menentukan yang bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan spiritualisme atau dualisme yang memiliki pandangan yang menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling menafikan yaitu materi dan rohani, yakni pandangan pluralism yang menetapkan pandangan pada adanya berbagai unsur pokok yang pada dasarnya mencerminkan unsur yang ada dalam makrokosmos atau pandangan monodualis yang menetapkan manusia pada kesatuan dua unsur, atau monopluralisme yang meletakkan hakikat pada kesatuan semua unsur yang membentuknya.
Manusia secara individu tidak pernah menciptakan dirinya, tetapi bukan berarti bahwa ia tidak dapat menentukan jalan hidup setelah kelahirannya dan eksistensinya dalam kehidupan dunia ini mencapai kedewasaan, dan semua kenyataan itu akan memberikan andil atas jawaban mengenai pertanyaan hakikat, kedudukan, dan perannya dalam kehidupan yang dihadapi. Manusia adalah makhluk bertanya, mempunyai hasrat untuk mengetahui segala sesuatu. Atas dorongan hasrat ingintahunya, manusia tidak hanya bertanya tentang berbagai hal yang ada di luar dirinya, tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri. Dalam rentang ruang dan waktu, manusia telah dan selalu berupaya mengetahui dirinya.
Sejalan dengan perkembangan manusia, sumber daya manusia pun harus juga berkualitas dan memiliki kebutuhan khusus dan memiliki penalaran yang logis, memiliki rasa ingin tahu yang kuat dalam mencari informasi. Semua makhluk hidup memiliki hasrat ingin tahu. Hanya saja hasrat ingin tahu manusia berbeda dengan makhluk hidup yang lain seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Hasrat ingin tahu hewan dan tumbuh-tumbuhan terbatas dan timbul semata-mata hanya untuk mempertahankan kelestarian hidupnya. Hasrat ingin tahu hewan dan tumbuh- tumbuhan bersifat tetap, tidak berubah sepanjang masa. Asimov menyebut hasrat ingin tahu tersebut sebagai idle curiousity atau yang kita kenal dengan instinct. Hasrat ingin tahu manusia berbeda dengan hasrat ingin tahu binatang dan tumbuh-tumbuhan karena di samping manusia memiliki instinct seperti yang dimiliki hewan dan turnbuh-tumbuhan, manusia juga memiliki pikiran yang mampu menciptakan kebudayaan.
Karena kelebihan yang dimiliki itulah menyebabkan hasrat ingin tahu manusia menjadi tidak selamanya tetap, melainkan ia selalu berubah dan berkembang dari masa ke masa. Karena selalu berubah dan berkembangnya hasrat ingin tahu manusia itulah yang menyebabkan jawaban atas hasrat ingin tahu manusia juga selalu berubah-ubah dan
berkembang sesuai dengan perubahan dan perkembangan kemampuan berpikir manusia. Jadi, dalam persaingan yang global ini kita sebagai manusia bisa saling mencari informasi dan saling bertukar informasi dengan orang lain karena zaman/ peradaban manusia sudah maju bahkan teknologi sekarang pun sekarang sudah sangat canggih sehingga kita sebagai manusia bisa tahu segalanya bahkan alam semesta pun kita bisa tahu dengan adanya dukungan dari teknologi yang pesat dan perkembangan yang sangat pesat itu adalah bekal kita untuk menjadikan kita sebagai manusia yang berakal dan berbudi.
Manusia dan Makhluk Hidup Lain
Manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudi pasti memiliki kelebihan dibandingkan dengan penghuni bumi lainnya. Beberapa kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya antara lain:
1. Manusia sebagai makhluk yang berpikir (homo sapiens)
Makhluk hidup memiliki ciri-ciri yang membeda- kannya dengan benda tak hidup, yaitu dapat berkembang biak, bernapas, dapat bergerak, melakukan adaptasi, serta peka terhadap rangsang (iritabilitas). Manusia sebagai makhluk hidup sama seperti makhluk hidup lainnya mempunyai ciri hidup, yaitu berkembang biak, memerlukan nutrisi, bergerak tumbuh dan berkembang, beradaptasi, serta peka terhadap rangsang. Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan partikularistik (unik). Meski manusia mempunyai beberapa keterbatasan secara fisik, seperti ukuran, kekuatan, kecepatan, dan pancainderanyadibandingkan makhluk bumi lainnya, namun manusia lebih baik dalam menggunakan akalnya. Manusia mempunyai ciri istimewa, yaitu kemampuan berpikir yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan kehendaknya (sehingga sering disebut sebagai makhluk yang berkesadaran, yaitu landasan untuk nalar atau berpikir). Aristoteles memberikan identitas sebagai animal rationale. Dengan kemampuan berpikirnya manusia bisa mengatasi kekurangannya. Manusia memikirkan segala sesuatu, baik yang dapat diindera maupun yang tidak dapat diindera.
Dalam proses menuangkan pikiran, manusia berusaha mengatur segala fakta dan hasil pemikiran dengan cara sedemikian rupa sehingga cara kerja alami otak dilibatkan dari awal, dengan harapan bahwa akan lebih mudah mengingat dan menarik kembali informasi di kemudian hari. Selanjutnya dengan pemikirannya yang kritis dan kreatif manusia memikirkan dirinya sendiri, yaitu hakikatnya sebagai manusia. Hakikat manusia adalah makhluk Tuhan yang eksis dalam diri pribadinya yang otonom, berjiwa-raga, dan berada dalam sifat hakikatnya sebagai makhluk individu yang memasyarakat). Pemahaman tentang hakikat pribadi ini membuat manusia sadar akan adanya berbagai persoalan hidup yang justru bersumber dari kebutuhan dan kepentingan yang dituntut pemenuhannya bagi setiap unsur hakikat pribadinya itu. Kemudian sadar akan perlunya pemecahan segala masalah tersebut demi tercapainya tujuan hidupnya.
Untuk itulah manusia selalu berusaha meningkatkan kualitas pemikirannya, dari yang mistis-religius menuju ke ontologis-kefilsafatan, sampai akhirnya pada taraf yang paling konkret-fungsional. Pemikiran yang mistis- religius (reseptif) adalah menerima segala sesuatu sebagai kodrat Tuhan, di mana manusia tidak mungkin dan tidak perlu mengubahnya. Pemikiran yang konkret-fungsional bermakna bahwa dalam pemikiran itu terkandung suatu terobosan baru, yaitu adanya kreativitas penciptaan teknologi yang sedemikian rupa sehingga orang tidak harus mengikuti hukum alam, melainkan justru bagaimana hukum alam itu bisa dilampaui.
2. Manusia sebagai pembuat alat (homo faber).
Manusia tidak mempunyai arti untuk hidup jika tidak mengerjakan sesuatu. Dalam konsep ini, manusia memandang kehidupan sesamanya sebatas pekerjaan. Hal ini menyebabkan relasi antara sesama manusia pun tidak dipandang sebagai relasi personal atau relasi antarsesama manusia. Dalam konsep homo faber, relasi antara satu manusia dengan manusia lain berubah menjadi relasi manusia kepada benda atau objek. Objek di sini berarti sesuatu yang dapat diukur dan dikendalikan. Perkembangan maupun perubahan yang terjadi dalam diri manusia pun dinilai dari produktivitas atau hasil akhir dari pekerjaan yang dilakukan oleh manusia tersebut. Dunia atau alam semesta akhirnya pun bisa diukur karena perkembangan teknologi yang merupakan bagian dari pekerjaan manusia. Homo faber juga memungkinkanmanusia untuk mengukur berbagai hal dalam dunia atau alam semesta.
Meski memiliki kekurangan dari segi kemampuan fisik, tapi manusia bisa memenuhi semua kebutuhannya. Cara manusia untuk memenuhi kebutuhannya adalah dengan membuat alat. Dengan alat yang dibuatnya tersebut, manusia dengan mudah dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Kemampuan membuat alat, erat hubungannya dengan sifat tegak manusia yang memungkinkan dia bebas menggunakan tangannya. Di samping itu, kemampuan itu juga erat hubungannya dengan kemampuan pengelihatan, kecekatan, dan kemampuan penalaran otaknya yang tinggi. Jadi, manusia menjadi dominan dalam ekosistem berkat kemampuan membuat dan menggunakan alat. Secara singkat, manusia melalui apa yang dikerjakan dan apa yang dihasilkan dapat melihat serta mengukur dirinya maupun hal-hal lain yang berada di luar dirinya. Konsep yang merupakan pasangan dari homo faber adalah homo ludens.
3. Manusia dapat berbicara (homo languens)
Kelebihan manusia daripada makhluk hidup lainnya yang adalah manusia bisa berbicara, sedangkan makhluk hidup lainnya tidak. Manusia dapat berbicara melalui lisan maupun tulisan sehingga ia dapat mengkomunikasikan apa yang diinginkannya. Manusia bisa berbahasa karena memiliki otak yang berbeda dengan makhluk lain. Dalam hal ini, anatomi otak manusia dan hewan kurang lebih sama, namun manusia memiliki celebrum cortex yanglebih besar ukurannya daripada hewan. Hal ini yang membuat manusia bisa melakukan hal-hal yang lebih rumit seperti mempelajari bahasa. Sementara, kemampuan hewan hanyalah sebatas menirukan ujaran manusia.
Manusia berbicara bukan sekedar mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi berimplikasi bahwa kemahiran berbicara menjadi tolok ukur seseorang dalam berkomunikasi. Kerangka berpikir ditunjukkan melalui keruntutan bunyi-bunyi tuturan artikulasi ketika berbicara maupun memberikan respon atas pembicaraan orang lain. Dalam teori komunikasi, tujuan berbicara bukan sekedar merespon peristiwa tindak tutur yang diterima, tetapi memiliki tujuan yang lebih luas. Manusia dapat mempengaruhi, membujuk, memberi informasi, mengungkapkan pikiran dan masih banyak lagi tujuan yang ditunjukkan dari berbagai peristiwa Melalui kegiatan komunikasi, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan berimajinasi. Berbagai informasi yang berkembang dan diterima dan dikembangkan melaui proses berpikir inilah, manusia dapat meningkatkan kualitas hidup. Dengan kata lain, berbicara menjadi sarana untuk mengekspresikan ide, gagasan, imajinasi yang dimiliki kepada orang lain. Di sinilah terjadinya proses transfer dan produktif ilmu pengetahuan terjadi. Artinya, secara personal kegiatan berbicara seperti ini merupakan kegiatan individu dalam berkomunikasi.
4. Manusia dapat hidup bermasyarakat (homo sosius) Manusia merupakan makhluk sosial.
Maksudnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari manusialainnya. Untuk mengatasi hal itu, manusia pun hidup bermasyarakat dan saling membantu satu sama lainnya. Dengan demikian, manusia bisa dengan mudah memenuhi kebutuhannya.
5. Manusia dapat mengadakan usaha (homo economicus).
Salah satu cara bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya adalah dengan mengadakan tukar-menukar barang dan berjual-beli dengan manusia lainnya. Dengan kegiatan ini manusia bisa saling membantu dalam memenuhi kebutuhan masing-masing manusia tersebut dengan mudah. Hal ini tentu tidak dapat dilakukan makhluk bumi lainnya.
6. Manusia mempunyai kepercayaan dan beragama (homo religious).
Hal lain yang membedakan manusia dengan penghuni bumi lainnya adalah manusia memiliki kepercayaan dan beragama. Manusia percaya dengan adanya kekuatan gaib yang lebih besar dan mengatur jagad raya ini.
Sifat Keingintahuan Manusia
Binatang mempunyai insting untuk kelangsungan hidupnya, memperoleh makanan, serta hal-hal lainnya. Aktivitas tersebut tidak berubah dari waktu ke waktu dan dinyatakan sebagai rasa keingintahuan yang tidak berkembang atau biasa disebut idle curiousty. Sedangkan manusia menggunakan kemampuan otaknya untuk melakukan penalaran, pemikiran logis, dan analis. Oleh karena itu, manusia memiliki rasa ingin tahu yang selalu berkembang yang biasa disebut dengan curiousity.
Secara sederhana perkembangan rasa ingin tahu ini dimulai dengan pertanyaan what “apa” tentang sesuatu kemudian dilanjutkan dengan how “bagaimana” kemudian why “mengapa”. Pengetahuan yang diperoleh dari alam semesta ini selanjutnya merupakan dasar dari perkembangan ilmu pengetahuan alam. Semua pengetahuan dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu ini terus berkembang sejalan dengan sifat manusia yang selalu ingin tahu terutama tentang benda yang ada di sekelilingnya, alam jagad raya, bahkan dirinya sendiri. Hal tersebut mendorong manusia untuk memahami serta menjelaskan gejala-gejala yang terjadi dan dorongan rasa ingin tahu manusia tersebut membuat mereka mencari jalan keluar dari setiap apa yang terjadi. Pengetahuan tentang satu masalah mendatangkan pertanyaan (masalah) lain yang ingin dijawab.
Manusia dengan rasa keingintahuannya yang besar selalu berusaha mencari jawaban atas fenomena yang terjadi. Seringkali mereka menerka-nerka sendiri jawabannya.
Terkadang jawaban itu tidak logis, tetapi mudah diterima oleh masyarakat awam. Misalnya “Mengapa ada pelangi?” kemudian mereka membuat jawaban, pelangi adalah selendang bidadari atau “Mengapa gunung meletus?” jawabannya karena yang berkuasa marah. Dari hal ini timbulnya pengetahuan tentang bidadari dan sesuatu yang berkuasa. Untuk menjawab semua rasa ingin tahu manusia sering mereka-reka jawaban mereka sendiri. Pengetahuan seperti inilah yang disebut pseudo science. Ilmu pengetahuan juga berkembang sesuai dengan zamannya dan sejalan dengan cara berpikir dan alat bantu yang ada pada saat itu.
Cara memperoleh ilmu pengetahuan alam semu (pseudo ilmu pengetahuan alam), antara lain:
1. Mitos dan Legenda
Pengetahuan baru itu muncul dari kombinasi antara pengalaman dan kepercayaan yang disebut mitos. Cerita- cerita mitos disebut legenda. Mitos dapat diterima karena keterbatasan penginderaan, penalaran, dan hasrat ingin tahu yang harus dipenuhi. Untuk menjawab keingintahuan tentang alam, manusia menciptakan mitos. Mitos merupakan cerita yang dibuat-buat atau dongeng yang pada umumnya menyangkut tokoh kuno, seperti dewa atau manusia perkasa, yang ada kaitannya dengan apa yang terjadi di alam. Mitos memiliki asal kata dari bahasa Yunani yang artinya sesuatu yang diungkapkan. Secara pengertian mitos adalah cerita yang bersifat simbolik yang mengisahkan serangkaian cerita nyata atau imajiner. Mitos merupakan gabungan dari pengamatan, pengalaman dengan dugaan, imajinasi dan kepercayaan.
Secara garis besar dapat dibedakan 3 macam mitos, yaitu mitos sebenarnya, cerita rakyat dan legenda.
a. Mitos yang merupakan cerita rakyat adalah usaha manusia mengisahkan peristiwa penting yang menyangkut kehidupan masyarakat, biasanya juga disampaikan dari mulut ke mulut sehingga sulit diperiksa kebenarannya. Mitos termasuk tahap teologi atau tahap metafisika. Mitologi ialah pengetahuan tentang mitos yang merupakan kumpulan cerita-cerita mitos. Cerita mitos sendiri ditularkan lewat tari-tarian, nyanyian, wayang, dan lain-lain. Dalam mitos sebagai legenda, dikemukakan tentang tokoh yang dikaitkan dengan terjadinya suatu daerah. Contoh Mitos:
– Jangan duduk di depan pintu, nanti susah berjodoh
– Jangan makan pisang yang ada di pinggir, nanti jodohnya adalah orang jauh
– Jangan membuka payung di dalam rumah, nanti sulit rejekinya
Puncak pemikiran mitos adalah pada zaman Babylonia, yaitu kira-kira 700-600 SM dengan berkembangnya horoskop (ramalan bintang), ekliptika (bidang edar matahari). Sebagai contoh, orang Babylonia berpendapat bahwa alam semesta sebagai ruang setengah bola dengan bumi yang datar sebagai lantainya, dan langit dengan bintang-bintang sebagai atapnya.
b. Legenda (bahasa Latin: legere) adalah cerita rakyat yang berisikan tentang tokoh, peristiwa, atau tempat tertentu yang mencampurkan fakta historis dengan mitos. Oleh
karena itu, legenda seringkali dianggap sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga seringkali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan terlebih dahulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat folklor.
Menurut buku Sari Kata Bahasa Indonesia, legenda adalah cerita rakyat zaman dahulu yang berkaitan dengan peristiwa dan asal-usul terjadinya suatu tempat. Contohnya: Sangkuriang, Batu Menangis, dan Legenda Pulau Giliraja.
Menurut Pudentia, legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar- benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite. Dalam KBBI 2005, legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Menurut Emeis, legenda adalah cerita kuno yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-angan. Menurut William R. Bascom, legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mitos, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Menurut Hooykaas, legenda adalah dongeng tentang hal- hal yang berdasarkan sejarah yang mengandung sesuatu hal yang ajaib atau kejadian yang menandakan kesaktian. Contoh cerita rakyat: Malin Kundang, Ande - Ande Lumut, Timun Mas, dan lain lain.
Contoh legenda: Legenda Batu Menangis, Legenda Terbentuknya Danau Toba, Sangkuriang.
Pada masa prasejarah, mitos dapat diterima dan dipercaya kebenarannya karena:
a) Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan penginderaan, baik langsung maupun dengan alat;
b) Keterbatasan penalaran manusia pada saat itu.
Karena kemampuan berpikir manusia makin maju dan disertai pula dengan perlengkapan pengamatan yang makin baik, mitos dengan berbagai legendanya mulai ditinggalkan. Orang mulai menggunakan akal sehat serta rasionya untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang alam. Kegiatan untuk memperoleh atau menemukan pengetahuan yang benar disebut berpikir, sedangkan proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang benar disebut penalaran. Pengetahuan yang diperoleh tidak berdasarkan penalaran digolongkan pada pengetahuan yang nonilmiah atau bukan ilmu pengetahuan.
Pendekatan semacam itu sebenarnya sudah dilakukan pada masa filosof muslim di Persia dengan bukti munculnya ilmu-ilmu terapan seperti ilmu perbintangan, ilmu kimia dan ilmu kedokteran; tetapi kebenaran ini tidak dideklarasikan oleh ilmuwan barat. Mereka mengklaim bahwa kelahiran ilmu pengetahuan alam adalah setelah ditemukannya teropong bintang (sekalipun sejak masa filsafat muslim teleskop sudah ada) yang mampu membuktikan kebenaran teori Heliosentris. Sejak penemuan teleskop, telah banyak membantu parailmuwan untuk dapat membuktikan secara empirik terhadap konsep-konsepnya.
2. Wahyu
Wahyu dalam arti bahasanya adalah isyarat yang cepat, merupakan kalam atau perkataan dari Allah, yang diturunkan kepada seluruh makhluk-Nya melalui manusia tertentu dengan perantara malaikat ataupun secara langsung. Kata “wahyu” adalah kata benda, dan bentuk kata kerjanya adalah awha-yuhi. Arti kata wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat. Para nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhannya. Wahyu berisikan pengetahuan agama, baik mengenai kehidupan mencakup masalah transsendental seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya, serta kehidupan di akhirat nanti. Dalam konteks lain, kebenaran wahyu seluruhnya diakui oleh akal, bahkan pengalaman manusia secara historis tergambarkan dengan jelas dalam wahyu.
3. Otoritas dan Tradisi
Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenaran, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Di dalam masyarakat, kerapkali ditemui orang-orang yang karena kedudukan pengetahuannya sangat dihormati dan dipercayai. Orang tersebut memiliki kewibawaan yang besardi lingkungan masyarakatnya. Banyak pendapatnya yang diterima sebagai kebenaran. Kepercayaan pada pendapatnya itu tidak saja karena kedudukannya di dalam masyarakat itu, misalnya sebagai pemimpin atau pemuka adat atau ulama dan lain-lainnya, tetapi dapat juga karena keahliannya dalam bidang tertentu. Otoritas ilmiah adalah orang-orang yang biasanya telah menempuh pendidikan formal tertinggi atau yang mempunyai pengalaman kerja ilmiah dalam sesuatu bidang yang cukup banyak. Pendapat-pendapat mereka sering diterima orang tanpa diuji, karena dipandang benar. Namun kenyataannya, banyak pendapat otoritas ilmiah tidak benar karena pendapat tersebut tidak didasari penelitian ilmiah, melainkan hanya didasarkan atas pemikiran logis. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah benar.
4. Prasangka
Prasangka dalam bahasa Inggrisnya “prejudice” berasal dari bahasa Latin “praejudicium” yang memiliki banyak arti, di antaranya berarti sebuah preseden, keputusan yang didasarkan kepada pengalaman dan keputusan masa lalu. Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Pengetahuan yang dicapai secara akal sehat biasanya sering diwarnai dan diikuti dengan kepentingan orang yang melakukannya kemudian membuat orang mengumumkan hal yang khusus menjadi terlalu luas dan menyebabkan akal sehat ini berubah menjadi sebuah prasangka. Prasangka dapat dibagi ke dalam tiga kategori.
• Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
• Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
• Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
5. Intuisi
Yaitu suatu pendapat seseorang yang diangkat dari perbendaharaan pengetahuannya terdahulu melalui suatu proses yang tidak disadari. Jadi, seolah-olah muncul begitu saja pendapat itu tanpa dipikir. Pengetahuan yang dicapai dengan cara ini sukar dipercaya, ungkapan-ungkapan sering juga masuk akal, tetapi belum tentu cocok dengan kenyataan. Contohnya adalah seorang astrolog di samping rumusannya sering menggunakan intuisinya dalam memberikan ramalan nasib seseorang.
Sokrates menyebut pengetahuan intuitif sebagai “theoria” di mana cara untuk sampai pada pengetahuan itu adalah refleksi terhadap diri sendiri. Ibn Sina menyebut intuisi dengan al-ḥadsal-qudsī (intuisi suci). Berbeda dengan pengetahuan rasional, pengenalan intuitif disebut juga ḥuḍūrī karena objek penelitiannya hadir dalam jiwa penelitinya sehingga ia menjadi satu dan identik dengannya. Dalam pendekatan intuitif, orang menentukan pendapat mengenai suatu hal berdasarkan atas pengetahuan yang langsung atau diperoleh dengan cepat melalui proses yang tak disadari atau tidak dipikirkan lebih dahulu. Intuisi adalah suatu aliran atau paham yang menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan berpikir yang tidak didasarkan pada penalaran, bersifat personal dan tidak dapat diramalkan. Jadi, intuisi adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu pola berpikir tertentu dan sering bercampur aduk dengan perasaan. Kata intuisi sebenarnya telah didengar jauh sebelumnya. Kaum mistik mengklaim bahwa intuisi adalah cara untuk memenuhi hasrat terdalam manusia atas pengetahuan yang sempurna atau absolut terhadap realitas.
6. Penemuan Kebetulan
Suatu peristiwa yang tidak disengaja kadang-kadang ternyata menghasilkan suatu kebenaran yang menambah perbendaharaan pengetahuan manusia karena sebelumnya kebenaran itu tidaklah diketahui. Sepanjang sejarah manusia, penemuan kebenaran secara kebetulan telah banyak terjadi dan banyak di antaranya yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri. Penemuan kebenaran seperti ini bukanlah cara yang terbaik karena manusia yang bersifat pasif dan menunggu.
Salah satu contoh penemuan secara kebetulan adalah tentang peristiwa yang dialami seorang Indian yang menderita penyakit demam dengan panas yang tinggi. Yang bersangkutan dalam keadaan tidak berdaya terjatuh pada aliran sebuah sungai kecil yang airnya kelihatan berwarna hitam. Setelah berulang kali meminum air sungai yang terasa pahit itu, ternyata secara berangsur-angsur yang bersangkutan menjadi sembuh. Kemudian diketahuilah bahwa air yang berwarna hitam itu ternyata disebabkan oleh sebatang pohon kina yang tumbang di hulu sungai sebagai sebab yang sebenarnya dari kesembuhan orang tersebut. Dari kejadian yang tidak disengaja atau kebetulan itu, akhirnya diketahuilah bahwa kina merupakan obat penyembuh demam yang disebut malaria.
7. Cara – Coba – Ralat
Yaitu metode coba-coba atau untung-untungan. Cara ini dapat diibaratkan seekor kera yang mencoba meraih pisang dalam sebuah kerangkeng dari percobaan Kohler, seorang psikolog Jerman. Kera itu dengan cara coba-coba akhirnya dapat juga meraih pisang dengan menggunakan tongkat.
Mencoba sesuatu secara berulang-ulang, walaupun selalu menemukan kegagalan dan akhirnya menemukan suatu kebenaran disebut cara kerja trial and error. Penemuan kebenaran dengan cara coba-coba dilakukan tanpa kepastian akan diperolehnya suatu kondisi tertentu atau pemecahan sesuatu masalah atau manfaat tertentu. Penemuan masalah terjadi secara kebetulan setelah dilakukan serangkaian usaha; usaha yang berikut biasanya mengalami kemajuan dari usaha sebelumnya. Penemuan kebenaran dengan cara coba-coba pada umumnya tidak efisien dan tidak terkendali. Cara ini sudah menunjukkan adanya aktivitas manusia dalam mencari kebenaran, walaupun lebih banyak mengandung unsur-unsur untung-untungan. Di samping itu, cara tersebut kerapkali memerlukan waktu yang lama karena kegiatan mencoba itu tidak dapat direncanakan, tidak terarah, dan tidak diketahui tujuannya. Dengan kata lain, cara ini terlalu bersifat meraba- raba, tidak pasti dan tanpa pengertian yang jelas. Oleh karena itulah, maka cara trial and error tidak dapat diterima sebagai metode keilmuan dalam usaha mengungkapkan kebenaran ilmu, terutama karena tidak memberikan jaminan untuk sampai pada penemuan kebenaran yang dapat mengembangkan ilmu secara sistematik.
8. Pendekatan Akal Sehat (Common Sense)
Akal sehat dan ilmu adalah dua hal yang berbeda, sekalipun dalam batas tertentu, keduanya mengandung persamaan. Akal sehat adalah serangkaian konsep (concept) dan bagan konseptual (conceptual schemes) yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep adalah kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal yang khusus. Bagan konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teoretis. Pendekatan ini biasanya kurang dapat diterima sebagai kebenaran ilmiah. Hal tersebut menurut Kerlinger (1992 : 4-8) disebabkan:
(a) Penggunaan teori-teori dan konsep-konsep dalam pengertian yang longgar;
(b) Hasil pengujian hipotesis secara selektif karena semata-mata cocok dengan hipotesisnya;
(c) Kurang memperhatikan kendali atau kontrol terhadap sumber-sumber pengaruh di luar yang dipersoalkan;
(d) Dalam menjelaskan hubungan antarfenomena tidak begitu tajam dan kurang hati-hati. Kebenaran yang diperoleh melalui akal sehat biasanya ditemukan dan digunakan dalam kehidupan praktis. Misalnya, kebenaran tentang pengaruh pendapatan seseorang terhadap tingkat konsumsinya.
Perkembangan Fisik, Sifat, dan Pikiran Manusia
1. Perkembangan Fisik Manusia
Manusia sebagai makhluk memiliki ciri-ciri sebagai berikut menurut Maskoeri Jasin (2008: 1):
a. Memiliki organ tubuh yang kompleks dan sangat khusus terutama otaknya.
b. Mengadakan metabolisme atau penyusunan dan pembongkaran zat, yakni ada zat yang masuk dan keluar.
c. Memberikan tanggapan terhadap rangsangan dari dalam dan luar.
d. Memiliki potensi untuk berkembang.
e. Tumbuh dan berkembang.
f. Berinteraksi dengan lingkungannya.
g. Bergerak
Tubuh manusia berubah mulai sejak berupa sel sederhana yang selanjutnya secara bertahap menjadi manusia yang sempurna. Sel sederhana berasal dari sel kromosom sperma yang identik dengan kromosom sel telur. Lima minggu setelah terjadi konsepsi, bakal jantung mulai berdenyut yang selanjutnya akan membagi menjadi serambi kiri dan kanan pada minggu ke-9. Sedangkan pada minggu ke-13, janin sudah mulai berbentuk yang ditandai dengan berfungsinya berbagai organ, yang selanjutnya pada usia 18 minggu mulai terasa gerakan dari janin.
Pada usia 32 minggu, janin mulai mempersiapkan diri untuk dilahirkan dengan kepala di bawah makin mendekati lubang kelahiran. Pada saat ini gerakan semakin berkurang. Perkembangan tercepat terjadi pada saat setelah kelahiran sampai remaja. Bayi manusia (usia 0-2 tahun) tumbuh dan berkembang menjadi anak yang pandai berbicara, membaca, berhitung, dan mampu bergerak dengan lincah. Kemudian anak manusia berada pada masa kanak- kanak pada usia 3- 5 tahun yang disebut masa bertanya dan ditandai dengan pertumbuhan fisik yang mulai berkembang serta pandai berbicara, membaca, dan berhitung. Selanjutnya pada usia 13-20 tahun, anak tersebut menjadi remaja yang mulai mengalami pubertas, seperti perempuan mulai mensturasi, dan laki-laki mulai memiliki jenggot, kumis, serta membesar suaranya. Selanjutnya, masuk masa dewasa (usia >20 tahun) yang sudah mampu bekerja dan berumah tangga. Setelah usia 30 tahun, mulai dapat mengendalikan diri dan mampu menempatkan diri sebagai individu yang bertanggung jawab.
2. Perkembangan Sifat dan Pikiran Manusia
Sifat ingin tahu manusia berkembang seiring dengan perkembangan umur dan waktu di mana manusia tersebut hidup. Pada zaman prasejarah manusia hidup dari berburu dan berladang yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, kemudian meningkat menjadi petani dan peternak yang menetap. Ada dua macam perkembangan alam pikiran manusia, yakni perkembangan alam pikiran manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya dan perkembangan alam pikiran manusia sejak zaman purba hingga dewasa ini. Berikut ini pengelompokan perkembangan kecerdasan manusia berdasarkan usia dari bayi hingga dewasa.
a. Masa bayi (0 – 2 Tahun)
Masa bayi menurut psikologi disebut sebagai periode sensomotorik. Pada periode ini, perkembangan kecerdasan bayi sangat cepat. Ia mulai belajar makan, berjalan, berbicara, dan mengikatkan diri pada orang lain. Dengan gerakan–gerakan anggota tubuhnya, belajar memadukan keterangan – keterangan melalui semua alat inderanya.
b. Masa Kanak – Kanak (3 – 5 Tahun)
Masa kanak – kanak disebut sebagai periode praoperasional, dengan kisaran usia 2 – 7 tahun. Pada periode ini, dorongan keingintahuannya sangat besar sehingga banyak yang menyebut masa ini sebagai masa bertanya. Apalagi pada masa ini si anak sudah memiliki keterampilan berbahasa lisan. Namun, pada masa ini pengungkapannya sering menggunakan lambang– lambang, seperti bermain mobil dengan garasinya menggunakan kotak kosong.
c. Masa Usia Sekolah (6 – 12 Tahun)
Masa ini disebut juga sebagai periode operasional nyata, dengan kisaran usia 7-11 tahun. Pada periode ini, anak sangat aktif, ditandai dengan perkembangan fisik dan motorik yang baik. Para ahli psikologi menyebut juga masa ini sebagai “masa tenang” karena proses perkembangan emosional si anak telah mendapatkan kepuasan maksimal sesuai dengan kemampuan individu. Perolehan pengetahuannya masih dengan induksi (pengamatan dan percobaan) walaupun sudah dimulai dengan menggunakan penalaran dan logika.
d. Masa Remaja (13 – 20 Tahun)
Periode ini merupakan masa pertentangan (konflik), baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang dewasa.
Mereka berusaha mengekspresikan dirinya sebagai orang dewasa, padahal secara fisik, mental, dan emosional belum mampu menggunakan nalar serta berhipotesis.
e. Masa Dewasa ( > 20 Tahun )
Masa dewasa ini ditandai dengan kemampuan individu untuk berdiri sendiri. Mereka mampu mengendalikan perilakunya dengan baik, menempatkan dirinya sebagai anggota dalam kelompok, serta merupakan individu yang bertanggung jawab.
BagaimanaAlam Pikiran Manusia Dapat Berkembang?
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk hidup ciptaan Tuhan yang paling sempurna dalam persaingan hidup di muka bumi ini. Meski banyak keterbatasan fisik, seperti di antaranya: ukuran, kekuatan, kecepatan, dan pancaindera. Keberhasilan tersebut disebabkan karena manusia memiliki akal yang lebih baik daripada makhluk lainnya, yang memungkinkan manusia lebih mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena itu, alam pikir manusia dapat berkembang dengan kemampuan berpikir dan bernalar manusia, akal serta nuraninya yang memungkinkan untuk selalu berbuat yang lebih baik lagi dan bijaksana untuk dirinya maupun lingkungan sekitarnya.
Pengetahuan yang terkumpul dan semakin maju menyebabkan rasa ingin tahu manusia semakin berkembang. Rasa ingin tahu pada manusia ini menyebabkan pengetahuan mereka dapat berkembang setiap hari, mereka mengamati benda-benda dan peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya. Manusia tidak akan pernah merasa puas jika belum memperoleh jawaban mengenai apa yang diamatinya, rasa ingin tahu semacam itu yang tidak dimiliki oleh hewan. Manusia merupakan makhluk hidup yang berakal serta mempunyai derajat yang tertinggi bila dibandingkan dengan hewan atau makhluk lainnya. Rasa ingin tahu yang terdapat pada manusia ini yang menyebabkan pengetahuan mereka menjadi berkembang. Dan dengan sifat keingintahuan manusia yang besar, manusia selalu berusaha mencari keterangan tentang fenomena alam dan pengetahuan-pengetahuan yang sangat banyak. Mungkin karena itulah secara tidak langsung alam pikiran manusia dapat berkembang. Dan mungkin karena teknologi yang juga semakin berkembang sesuai zamannya, sehingga sejalan dengan cara berpikir manusia yang memudahkan manusia untuk mencari informasi dan ilmu pengetahuan yang sangat banyak sehingga membuat alam pikir manusia semakin berkembang dan berkembang lagi. Manusia secara terus menerus selalu mengembangkan pengetahuan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa bagaimana alam pikiran manusia dapat berkembang karena dengan kemampuan manusia untuk berpikir dan bernalar serta sifat keingintahuan manusia yang sangat besar.
Menurut Auguste Comte (1798-1857), dalam sejarah perkembangan jiwa manusia, baik sebagai individu maupun sebagai keseluruhan berlangsung dalam 3 tahap, di antaranya sebagai berikut:
1. Tahap teologi atau fiktif
Pada tahap teologi atau fiktif, berusaha untuk mencari dan menemukan sebab yang pertama dan tujuan yang terakhir dari segala sesuatu, dan selalu dihubungkan dengan kekuatan gaib. Gejala alam yang menarik perhatiannya selalu diletakkan dalam kaitannya dengan sumber yang mutlak. Mempunyai anggapan bahwa setiap gejala dan peristiwa dikuasai dan diatur oleh para dewa atau kekuatan gaib lainnya.
2. Tahap filsafat atau fisik atau abstrak
Tahap metafisika atau abstrak merupakan tahap di mana manusia masih tetap mencari sebab utama dan tujuan akhir, tetapi manusia tidak lagi menyadarkan diri kepada kepercayaan akan adanya kekuatan gaib, melainkan pada akalnya sendiri, akal yang telah mampu melakukan abstraksi guna menemukan hakikat segala sesuatu.
3. Tahap positif atau ilmiah riil
Tahap positif atau riil merupakan tahap di mana manusia telah mampu berpikir secara positif atau riil atas dasar pengetahuan yang telah dicapainya yang dikembangkan secara positif melalui pengamatan, percobaan, dan perbandingan.
Suatu pola pikir yang lebih maju dari mitos adalah penggabungan antara pengamatan, pengalaman dan akal sehat, logika atau rasional. Oleh karena itu, berkembanglah faham “rasionalisme”, yaitu pertanyaan akan dijawab dengan logika atau hal-hal yang masuk akal. Lebih lanjut dikenal dengan “metode deduksi” yaitu penarikan suatu kesimpulan didasarkan pada sesuatu yang bersifat umum menuju kepada yang khusus. Sedangkan “metode induksi” merupakan dasar dari perkembangan metode ilmiah sekarang yang intinya adalah bahwa pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan data pengamatan atau eksperimentasi yang diperoleh. Untuk melakukan eksperimen, maka manusia perlu menciptakan alat bantu atau instrumentasi pengamatan. Peralatan instrumentasi yang tercipta akan berkembang menjadi lebih sempurna dan bahkan dimungkinkan pengembangannya menjadi peralatan produksi atau industri. Metode ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh alat pendukung pengamatan yang digunakan. Semakin canggih alat yang digunakan maka akurasi datanya semakin tinggi dan memungkinkan penarikan kesimpulannya juga akan lebih tajam.
Dalam sejarah peradaban manusia mulai dari tingkat primitif sampai modern, manusia juga mengalami perkembangan. Perkembangan itu berawal dan menuju suatu bentuk atau pola kebiasaan yang lebih manusiawi. Bila dahulu manusia tidak berpakaian, pada zaman ini manusia sudah menggunakan pelbagai jenis pakaian. Bila dahulu manusia percaya pada kisah-kisah mitos, sekarang manusia percaya pada pikirannya. Manusia semakin berkembang dalam kebudayaannya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Perkembangan ini dilihat oleh Van Peursen sebagai sebuah pergeseran kebudayaan. Dalam bukunya yang berjudul Strategi Kebudayaan, berbicara tentang perkembangan kebudayaan. Bahwasanya, perkembangan kebudayaan manusia dipengaruhi oleh cara pikir manusia (alam pikiran manusia). Alam pikiran manusia itu yang membentuk suatu kebudayaan yang baru yang merupakan pergeseran dari yang lama. Perkembangan atau pergeseran memiliki dua dimensi yaitu kontinuitas dan diskontinuitas. Kontinuitas berarti perkembangan itu tidak sama sekali memutuskan yang lama, tetapi perkembangan itu didasarkan pada kebiasaan yang lama atau sebelumnya. Diskontinuitas berarti yang kebiasaan yang lama itu diganti dengan kebidanan yang baru. Menurut Van Peursen, ada tiga bentuk alam pemikiran manusia. Ketiga alam pemikiran itu antara lain: alam pikiran mitis, alam pikiran ontologis, dan alam pikiran fungsional.
1. Alam pikiran mitis yaitu sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan. Sedangkan alam pikiran ontologism, sikap manusia yang tidak lagi dalam kepungan kekuasaan mitis, melainkan secara bebas ingin meneliti segala hal ihwal, dalam tahap ini manusia mulai mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dirasakan mengepung manusia. Pada tahap ini manusia mulai menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakikat segala sesuatu dan segala sesuatu menurut perinciannya. Di sini, alam pikiran manusia (sebagai subjek) dan dunia (objek) saling meresapi. Diyakini adanya pengaruh timbal balik, dan objek dipercayai memiliki kekuatan tersembunyi. Benda- benda tertentu diyakini memiliki daya mitos sehingga subjek (manusia) diyakini mendapat pengaruh dari benda yang diyakininya tersebut.
2. Tahap ontologis adalah tahap di mana manusia mulai menganalisis alam. Pada tahap ini, manusia mulai
bertanya tentang dunia. Manusia yang tidak lagi ada dalam lingkaran kekuasaan mitis, tetapi secara bebas ingin meneliti segala hal ihwal. Dalam tahap ini manusia mulai mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dirasakan mengepung dirinya. Keadaan manusia dalam alam pikiran mitis masih terkungkung dalam lingkaran dunia. Di mana dalam alam pemikiran mitis, manusia takut terhadap dunia dan merasa inferior berhadapan dengan dunia. Akan tetapi sebaliknya, dalam level ontologis, manusia keluar dari kungkungan dunia mitis. Manusia merenungkan tentang peristiwa-peristiwa, benda-benda, dan seluruh aspek hidupnya. Dan permenungan ini tidak lain merupakan permenungan tentang “ada” itu sendiri. Pada konteks ini, manusia mengalami perkembangan. Perkembangan itu ialah sebuah pergerakan dari “mitos” ke “logos”. Perkembangan dari mitos ke logos ini membuat manusia bisa bertanya dan mencari pengertian tentang dunia dan dirinya. Ia menggunakan pikirannya untuk menemukan pengertian tentang “ada”. Namun, dalam tahap ini memang manusia tidak hanya melulu berpikir secara logis, tapi emosi dan harapan juga bermain, juga agama dan keyakinan tetap berpengaruh bagi kehidupannya.
Pertanyaan yang diajukan dalam alam pikiran ontologis adalah tentang dunia transenden, tentang kebebasan manusia, pengertian mengenai kehidupan, dan hal-hal yang bersifat eskatologis. Dari pertanyaan- pertanyaan itu manusia memperoleh pengertian tentang dunia dan dirinya. Dengan demikian, dalam alam pikiran ontologis ini, manusia berusaha memperoleh pengertian mengenai daya-daya kekuatan yang menggerakkan alam dan manusia. Alam pikiran seperti ini membebaskan manusia dari lingkaran mitologis. Alam pikiran ontologis berani hidup dalam ketegangan jarak dengan mitologis. Pada tahap ini manusia mengambil jarak (distansi) dengan dunia.
Alam pemikiran ontologis ini memiliki fungsinya dalam perkembangan hidup manusia. Salah satu contohnya ialah sejarah perkembangan pemikiran dunia barat. Alam pikiran barat mempunyai ciri khas tersendiri yaitu tempat munculnya ilmu pengetahuan. Lahirnya ilmu pengetahuan merupakan akibat langsung dari refleksi manusia tentang alam dan dirinya.
Alam pemikiran ontologis memiliki bentuk atau akibat negatifnya. Efek negatif yang ada pada tahap ini disebut dengan substansialisme. Substansialisme adalah sesuatu yang dapat berdiri sendiri, yang mempunyai landasan sendiri, dan tidak perlu bersandar pada sesuatu di luarnya sehingga segala sesuatu yang pada mulanya tumbuh bersama, kini mulai terpisah-pisah dan terputus, muncul adanya kelompok-kelompok di masyarakat kehidupan manusia ditandai dengan adanya sekat-sekat. Substansialisme berarti segala sesuatu yang tidak bernilai, tidak ada hakikatnya harus dimusnahkan karena tidak sesuai dengan pencapaian yang ingin dituju oleh ontologis.
Dalam konteks Indonesia, pemikiran ontologis tampak dalam perubahan cara berpikir. Dahulu, banyak masyarakat yang melihat bahwa letusan gunung api, banjir, atau bencana alam lainnya merupakan akibat kemarahan dari sang pencipta sehingga tak jarang ditemukan pelbagai bentuk kegiatan ritual untuk melakukan pendamaian dengan sang pencipta. Maka diadakan upacara pemberian sesajian atau ritual lainnya untuk meredam kemurkaan sang pencipta.
3. Tahap fungsional, bentuk pemikiran yang senantiasa mencari hubungan dengan segala sesuatu yang lain. Ia tidak berdiri sendiri. Pemikiran fungsional selalu terkait dengan lainnya dalam kerangka kebertautan manusia lebih menitikberatkan nilai-nilai pada aspek pragmatiknya (tingkat kegunaan). Pemikiran fungsional adalah titik klimaks. Corak bertanya pemikiran fungsional, bagaimana sesuatu itu bisa berfungsi dan berguna bagi manusia. Singkat kata, ibarat melihat bulan, orang mistik meyakini bahwa di sana ada kekuatan gaib yang berpengaruh kepada kita, sementara orang ontologi mengajukan pertanyaan dari jauh ‘Apa itu bulan?’, dan orang fungsional malah bertanya, ‘Bagaimana caranya agar planet bulan tersebut dijelajahi dan diselidiki?’ (ada pertautan fungsi). Pascapemikiran fungsional, kata Mulkhan, lahirlah kecenderungan neo-tradisionalisme, yang ditandai banyaknya kampus-kampus dan kehidupan kota besar yang serba rasional kembali menyuarakan spiritualisme baru, seperti diskusi religi, pengajian, remaja masjid, dan lain-lain. Namun, dalam tahap perkembangan selanjutnya, masyarakat mulai menyadari dan mengerti bahwa bencana merupakan konsekuensi logis bila manusia tidak memelihara dan bertanggung jawab terhadap alam. Karena itu, dengan bantuan pikirannya, manusia berpikir logis tentang dirinya dan alam. Dengan demikian bencana alam dilihat sebagai sebuah fenomena atau kejadian alam dan bukan bentuk kemarahan dari sang pencipta.
Indonesia adalah negara yang multikultural. Di samping itu, Indonesia adalah negara kepulauan, di mana terdapat ribuan pulau dari Sabang sampai Marauke. Indonesia bukan hanya Jawa; Indonesia bukan hanya Kalimantan atau Bali. Indonesia juga bukan hanya orang Islam atau Katolik. Indonesia adalah keseluruhan. Indonesia adalah bangsa Indonesia. Keadaan ini lantas tidak membuat Indonesia hidup terkotak-kotak. Meskipun diwarnai keanekaragaman, Indonesia tetap satu, berbeda-beda tetapi satu juga (Bhinneka Tunggal Ika).
Kritikan terhadap alam pemikiran ontologis di Indonesia berkaitan dengan eksploitasi terhadap alam. Dahulu, Indonesia terkenal dengan kekayaan alamnya. Akan tetapi, realitas sekarang ini menunjukkan bahwa alam Indonesia berada di ambang kehancuran. Hal ini disebabkan oleh gaya pikiran yang melihat alam sebagai objek. Di sini terjadi kesenjangan (distansi) antara manusia dan alam. Oleh karena ilmu pengetahuan, manusia (masyarakat Indonesia) mengeksploitasi alam demi kepentingan dirinya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar dan sharing pengetahuan yang relevan disini