Solus POPULI Suprema LEX

Kesejahteraan Rakyat adalah Aturan Tertinggi
Home » » Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum

Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum

Written By Bang UFIK on Selasa, 12 Juli 2022 | 21.57

Istilah yurisprudensi berasal dari kata latin yaitu “jurisprudentia” yang berarti pengetahuan hukum. Kata yurisprudensi dengan istilah teknis Indonesia sama artinya dengan “jurisprudentie” (dalam bahasa Belanda) dan “jurisprudence” (dalam bahasa Prancis), yaitu peradilan tetap atau hukum peradilan.

Istilah jurisprudence (dalam bahasa Inggris) berarti teori ilmu hukum (algemene rechtsleer: General Theory of Law). Sedangkan pengertian yurisprudensi dalam bahasa Indonesia adalah peradilan tetap atau hukum peradilan, dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan istilah case law atau judge made law (hukum yang dibuat pengadilan).

Kata “jurisprudenz” dalam bahasa Jerman berarti ilmu hukum dalam arti sempit atau aliran ilmu hukum. Kemudian yurisprudensi dalam arti peradilan tetap atau hukum peradilan dalam bahasa Jerman disebut dengan istilah  "ueberlieferung”. Dengan demikian, yurisprudensi adalah rentetan keputusan hakim yang sama bunyinya tentang masalah yang sama.

Menurut C.S.T. Kansil bahwa, yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.16

Kemudian oleh Marwan Mas menjelaskan bahwa, yurisprudensi adalah putusan hakim yang memuat peraturan tersendiri dan telah berkekuatan hukum tetap, kemudian diikuti oleh hakim lain dalam peristiwa yang sama.17 Dengan demikian, yurisprudensi itu adalah suatu keputusan hakim yang diikuti oleh hakim lainnya, dan merupakan sumber hukum dalam arti formal.

Hakim dalam memutuskan suatu perkara yang diperiksa sering terjadi tidak langsung didasarkan pada suatu peraturan yang telah ada. Tindakan hakim semacam ini dapat didasarkan pada ketentuan Pasal 22 A.B. (Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia) dan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 22 A.B berbunyi: “hakim yang menolak untuk mengadili dengan alasan undang-undangnya bungkam, tidak jelas atau tidak lengkap, dapat dituntut karena menolak untuk mengadili”. Kemudian Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman menegaskan bahwa, “pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum itu tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.

Kedua pasal tersebut di atas memberikan penjelasan bahwa, hakim tidak boleh menolak apabila diminta memutuskan perkara, dengan alasan karena belum ada aturan hukumnya. Akan tetapi, justru dia diminta untuk menemukan hukumnya, sebab hakim dianggap mengetahui hukum dan dapat mengambil keputusan berdasarkan ilmu pengetahuannya sendiri dan keyakinannya sendiri.

Doktrin dalam ilmu hukum ialah “curia ius novit”, artinya hakim dianggap mengetahui hukum. Selanjutnya apabila ternyata peraturan hukumnya ada tetapi kurang jelas, hakim dengan ilmu pengetahuannya dan kebijaksanaannya dapat menafsirkan peraturan hukum itu secara positif sedemikian rupa sehingga menurut keyakinannya perkara itu dapat diputus dengan rasa keadilan.

Kemudian apabila tidak ada peraturan hukum tertulis, hakim harus mencari peraturan hukum tidak tertulis, kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Hakim harus aktif menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi, “hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Jika hakim menolak permintaan itu dikenakan sanksi pidana. Meskipun pada dasarnya hakim tidak terikat oleh yurisprudensi, tetapi bila ia menghadapi kasus demikian hakim akan menggunakan yurisprudensi sebagai dasar pertimbangan keputusannya, bahkan tidak mustahil apabila hakim itu akan mengikuti keputusan hakim terdahulu jika keputusan itu dianggap sudah tepat dan adil, sedang kasus yang diperiksa sama atau hampir sama. Keputusan hakim (yurisprudensi) suatu produk yudikatif, yang isinya berupa kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan atau terhukum.

Dengan demikian, keputusan hakim itu hanya mengikat kepada orang-orang tertentu saja dan tidak mengikat setiap orang secara umum. Jadi hakim menghasilkan hukum yang berlakunya terbatas pada kasus dari piahak-pihak tertentu (kasus konkret). Putusan hakim mempunyai kekuatan berlaku untuk dilaksanakan sejak putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap.

Perbedaannya dengan hukum yang dibentuk oleh lembaga legislatif (undang-undang) adalah bahwa undang-undang itu berisi peraturan-peraturan yang bersifat abstrak dan berlakunya umum, serta mengikat setiap orang. Adapun seorang hakim mempergunakan putusan hakim lain, disebabkan pertimbangan sebagai berikut:

1. Pertimbangan psikologis, yakni karena keputusan hakim mempunyai kekuasaan/kekuatan hukum terutama keputusan dari Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Keputusan seorang hakim lebih tinggi diturut, karena hakim tersebut adalah pengawasan atas pekerjaan hakim di bawahnya, dan karena jasa-jasanya hakim bawahan segan untuk tidak menghormati putusan tersebut.

2. Pertimbangan praktis, yakni apabila tidak mengikuti hakim yang lebih tinggi, maka kemungkinan besar salah satu pihak akan minta banding.

3. Pendapat yang sama, yakni dari antara keputusan-keputusan hakim itu ada yang disebut standard-arrest, yang dimaksudkan ialah keputusan hakim yang secara tegas menjelaskan suatu persoalan yang menimbulkan keraguan-keraguan. Dengan kata lain sependapat dengan apa yang telah diputuskan oleh hakim lainnya.

Di dalam praktik kenegaraan, maka penanganan peradilan dilaksanakan berdasarkan asas-asas tertentu. Asas-asas pokok yang dapat dianut oleh suatu negara mengenai peradilan tersebut, yaitu ada asas precedent dan ada asas bebas. Asas precedent (stare decisis) yang dianut oleh negara-negara Anglo Saxon (Inggris, Amerika Serikat), berarti bahwa petugas peradilan (hakim) terikat atau tidak boleh menyimpang dari keputusan yang lebih dahulu dari hakim yang lebih tinggi, atau sederajat tingkatnya. Jadi hakim harus berpedoman pada putusan-putusan pengadilan terdahulu apabila ia dihadapkan pada suatu peristiwa. Di sini hakim berpikir secara induktif.

Menurut R. Soeroso, bahwa asas precedent (stare decisis), ini berlaku berdasarkan 4 (empat) faktor, yaitu:

1. Bahwa penerapan dari peraturan-peraturan yang sama pada kasus-kasus yang sama menghasilkan perlakuan yang sama, bagi siapa saja/yang datang/menghadap pada pengadilan.

2. Bahwa mengikuti precedent secara konsisten dapat menyumbangkan pendapatnya dalam masalah-masalah di kemudian hari.

3. Bahwa penggunaan kriteria yang mantap untuk menempatkan masalah-masalah yang baru dapat menghemat waktu dan tenaga.

4. Bahwa pemakaian putusan-putusan yang lebih dahulu (sebelumnya) menunjukkan adanya kewajiban untuk menghormati kebijaksanaan dan pengalaman dari pengadilan pada generasi sebelumnya.18

Sedangkan asas bebas yang dianut oleh negara-negara Kontinental (Belanda, Jerman, Prancis, Italia, Amerika Latin). Asas ini berpendapat, bahwa petugas peradilan (hakim) tidak terikat pada keputusan-keputusan hakim terdahulu (sebelumnya) pada tingkatan sejajar maupun hakim yang lebih tinggi. Di sini hakim berpikir secara deduktif dari undang-undang yang sifatnya umum ke peristiwa khusus.

Di dalam praktiknya, pelaksanaan masing-masing asas tersebut di atas tidaklah demikian ketatnya, sehingga perbedaannya satu sama lain hanyalah pada asasnya saja dan akan menimbulkan hal-hal yang kurang baik apabila dilaksanakan secara kaku. Di Indonesia dikenal kedua asas tersebut dan berlaku, yaitu asas bebas bagi peradilan barat, sedangkan asas precedent dapat dijumpai bagi peradilan hukum adat. Apabila diamati pengertian kedua asas yurisprudensi tersebut di atas, maka sistem peradilan pada umumnya dikenal dua sistem, yaitu sistem Kontinental (asas bebas) dan sistem Anglo Saxon (asas precedent).

Selanjutnya yurisprudensi itu dapat dibagi atas 2 (dua) macam, yaitu:

1. Yurisprudensi tetap, yakni keputusan hakim yang terjadi karena rentetan-rentetan keputusan yang sama dan dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu perkara (standard arresten). Standard adalah dasar atau baku, arresten adalah keputusan Mahkamah Agung. Contoh: Yurisprudensi Belanda yang diikuti oleh Indonesia pada tanggal 23 Mei 1921 Hoge Raad der Nederlanden memutuskan bahwa pencurian tenaga alam seperti tenaga listrik dapat juga dihukum berdasarkan Pasal 362 KUHP, karena pencurian tenaga alam termasuk juga mengambil barang yang sama sekali atau sebagian termasuk milik orang lain secara melawan hukum dengan maksud akan memiliki barang tersebut.

2. Yurisprudensi tidak tetap, yaitu yurisprudensi (keputusan hakim) yang terdahulu yang belum masuk menjadi yurisprudensi tetap (standard arresten). Selain yurisprudensi tetap dan yurisprudensi tidak tetap ada lagi yurisprudensi semi yuridis, dan yurisprudensi administrasi.

Menurut Marwan Mas bahwa yurisprudensi semi yuridis, yaitu semua penetapan pengadilan berdasarkan permohonan seseorang yang hanya berlaku khusus pada pemohon. Misalnya, penetapan pengangkatan anak, penetapan penggantian nama dan sebagainya. Yurisprudensi administrasi, yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang hanya berlaku secara administrasi dan mengikat intern dalam lingkup peradilan.19

_______________________________

16C.S.T. Kansil, Op-Cit, hlm. 47.

17Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 66.

18R. Soeroso, Op. Cit, hlm. 168.

19Marwan Mas, Op. Cit, hlm. 67.


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dan sharing pengetahuan yang relevan disini

Comment

Jual Buku Perundang Undangan

Jual Buku Perundang Undangan
Jual Buku Hukum Ilmu Perundang Undangan : 3 Undang Undang Dasar RI / KUH Perdata / KUHD / KUHP Dan KUHAP / UUD 1945 Best Seller

Artikel Terbaru

>

Popular Posts

Random Artikel

Statistik Kunjungan

Taufik Irawan

Taufik Irawan
Pemerhati Hukum di Palangka Raya
 
Support : Promo dan Konsultasi : taufik.irawan79@yahoo.co.id
Copyright © 2013. Bang UFIK Youtube Channel - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger