Selanjutnya stufen theory Hans Kelsen itu kemudian disempurnakan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky, dengan teorinya “Die Stufenordnung der Rechtsnormen”, yang mengatakan bahwa norma hukum dalam suatu negara juga berjenjang dan bertingkat membentuk suatu tertib hukum. Norma yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam negara yang disebutnya sebagai Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm/ Grundnormen).
Norma dalam
negara itu selain berjenjang, bertingkat dan berlapis juga membentuk kelompok
norma hukum. Hans Nawiasky
berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara terdiri atas 4 (empat) kelompok
besar, yaitu:
1. Grundnormen
(norma dasar), UUD.
2. Grundgesetzes
(hukum dasar), TAP MPR.
3. Formelle
Gesetzes (undang-undang).
4. Verordnungen/Autonome Satzungen (peraturan pelaksanaan).11
Grundnormen merupakan norma dasar yang menjadi
payung bagi seluruh peraturan di bawahnya. Dengan demikian, merupakan sumber
dari segala sumber hukum atau merupakan morma dari seluruh norma yang ada dalam
suatu negara. Norma ini di Indonesia adalah Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa yang perumusannya terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan
tidak dapat digolongkan ke dalam jenis peraturan.
Grundgesetzes merupakan hukum/peraturan dasar yang
menjadi sumber hukum bagi peraturan perundang-undangan. Aturan ini masih
bersifat mendasar, akan tetapi belum bisa langsung dioperasionalkan. Tingkatan
aturan ini pada kebanyakan negara terletak pada tingkatan konstitusional.
Dengan demikian, untuk operasionalisasinya, masih dipergunakan peraturan
pelaksana yang lebih rendah. Di Indonesia adalah Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Formelle Gesetzes adalah Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang merupakan aturan formal dalam negara
sebagai penjabaran lebih lanjut dari aturan tingkat atasnya. Pada kebanyakan negara,
aturan ini menunjuk pada kewenangan pembuatan undang-undang yang ada pada
negara tersebut. Kewenangan membentuk undang-undang ini biasanya terdapat pada
pihak eksekutif dan Parlemen.
Di Indonesia
kewenangan membuat undang-undang adalah bersama-sama oleh DPR dan Presiden
(Pasal 20 ayat (1), dan (2) UUD 1945), sedangkan membuat/menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah wewenang Presiden (Pasal 22 ayat (1)
UUD 1945).
Verordnungen/Autonome Satzungen yang merupakan peraturan pelaksana
dari peraturan-peraturan tingkat atasnya. Peraturan ini seperti Peraturan
Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres), Keputusan Menteri (Kepmen),
Dirjen, Direktur, Peraturan Daerah yang kesemuanya itu merupakan sumber hukum
dalam arti formal yang kedudukannya lebih rendah.
___________________________________
11R. Soeroso, Pengantar
Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 131.
Adapun yang
dimaksud dengan ‘peraturan perundang-undangan” yang dikenal sehari-hari, jika
dikaitkan dengan teori Die Stufenordnung der Rechtsnormen
dari Hans Nawiasky ini adalah dimulai dari formelle gesetzes sampai kepada
verordnungen/autonome satzungen. Jika dikaitkan dengan tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Nomor III/MPR/2000 adalah seperti berikut di bawah ini:
Adapun dasar hukum proses pembuatan undang-undang adalah
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Lembaran Negara dan pengumumannya, jo
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia (RPP-RI). Di dalam mempersiapkan Rancangan Undang-Undang itu
ada 4 (empat) tahap yang harus diikuti, yaitu:
1. Tahap prakarsa Rancangan Undang-Undang;
2. Tahap penyusunan dan pengolahan;
3. Tahap persidangan (melalui beberapa kali jenis persidangan
di DPR);
4. Tahap pengesahan dan pengundangan.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar dan sharing pengetahuan yang relevan disini